INDUSTRI RUMAHAN
PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
Salah satu bentuk kepedulian sederhana kita terhadap
lingkungan dapat kita lakukan secara sederhana dengan mengelola sampah organik
rumah tangga menjadi kompos. Kompos dan pupuk kandang merupakan salah satu
pupuk alami yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kompos
merupakan pupuk yang dibuat dari sampah organic organik. Cara pembuatannya pun
tidak terlalu rumit, murah, serta tidak perlu banyak peralatan atau tempat
luas. tidak memerlukan tempat luas dan tidak memerlukan banyak peralatan dan
biaya.
Dengan membuat kompos sendiri ternyata dapat mengurangi masalah pembuangan sampah dan dapat membuat kompos yang dapat digunakan sendiri tanpa harus membeli lagi. Kompos mempunyai manfaat untuk memperbaiki struktur tanah sehingga zat-zat makanan yang diperlukan tumbuhan semakin tersedia lebih banyak. Selain itu, mikroba yang ada dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman.
MANFAAT KOMPOS
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah
juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti
menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan
lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek:
Aspek Ekonomi :
1.
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.
Mengurangi volume/ukuran limbah
3.
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek Lingkungan :
1.
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen
di tempat pembuangan sampah
2.
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1.
Meningkatkan kesuburan tanah
2.
Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.
Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen)
6.
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.
Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya
merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan
meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan
transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat
kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi
serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi
tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa
kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada
tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK,
namun kadar fosfor
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica
oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing
(vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada
pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha
Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter
batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak
memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media
tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga
penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik
tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah
dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa
kompos bagase
(kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang
diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan
penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian
dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti
terhadap penyerapan fosfor,
kalium,
dan sulfur.
Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak
meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun
diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
PROSES
PENGOMPOSAN
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah
bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap
awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap
tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah
mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini
terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba
di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah
terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini
terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan
oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya
adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa
menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak
diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak
sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat,
puttrecine), amonia, dan H2S.
Faktor
yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan
kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara
lain:
Rasio C/N Rasio C/N
yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup
C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N
yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar
kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan
rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme
selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena
kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel Aktivitas
mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih
luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas
adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung
dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini
akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme
dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam
air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme
mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan
lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas
dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan
suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan
suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar
antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih
tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik
saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh
mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi
pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar
antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga
7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik
dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan
produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan
pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
Kandungan Hara Kandungan
P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam
kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama
proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa
bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan
mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan
yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama
waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan
beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan
dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1.
Menanipulasi
kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
2.
Menambahkan
Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan
organik dan vermikompos (cacing).
3.
Menggabungkan
strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di
awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor
pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum
adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N
tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran
ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan
air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses
pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah
dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.
Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses
pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan
sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik
bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak
sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :MARROS Bio-Activa,Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan
ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan
oleh para peneliti mikroba tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta.
Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki
kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma
pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi
pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator
yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan
tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk
mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan
cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan
lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit
dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang
saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi
pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan
seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa
pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1.
Karakteristik
bahan yang akan dikomposkan.
2.
Waktu yang
tersedia untuk pembuatan kompos.
3.
Biaya yang
diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4.
Tingkat
kesulitan pembuatan kompos
PENGOMPOSAN SECARA AEROBIK
Peralatan
1.
Terowongan udara
(Saluran Udara)
o Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
o Sudut : 45o
o Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2.
Sekop
o Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3.
Garpu/cangkrang
o Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan
bahan dan pemilahan sampah
4.
Saringan/ayakan
o Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang
agar diperoleh ukuran yang sesuai
o Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran
kompos yang diinginkan
o Saringan bisa berbentuk papan saring yang
dimiringkan atau saringan putar
5.
Termometer
o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur
termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o Sebaiknya digunakan termometer
alkohol
(bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
6.
Timbangan
o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas
sesuai berat yang diinginkan
o Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
penimbangan dan pengemasan
7.
Sepatu boot
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama
bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8.
Sarung tangan
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan
selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan
perlindungan tangan
9.
Masker
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernapasan
dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Pengomposan dapat juga menggunakan
alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya,
berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga
kelembapan, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary
Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau
setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol
aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan).
Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1)
telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad
renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik
dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus
dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu
kompos yang dihasilkan
2.
Pengecil Ukuran
o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan
sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi
kompos
3.
Penyusunan Tumpukan
o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan
dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain
memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu
(windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4.
Pembalikan
o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang
berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses
pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu
penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.
Penyiraman
o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan
tumpukan yang terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).
o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat
dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak
keluar air, maka umpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum
diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu
dilakukan pembalikan.
6.
Pematangan
o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan
akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat
tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7.
Penyaringan
o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran
partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang
tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai
residu.
8.
Pengemasan dan Penyimpanan
o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung
sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang
aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang
tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Kontrol proses produksi kompos
1.
Proses
pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
2.
Kondisi ideal bagi
proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik
(mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
3. Jasad renik
membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk
menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus
dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
1.
Monitoring
Temperatur Tumpukan
2.
Monitoring
Kelembapan
3.
Monitoring
Oksigen
4.
Monitoring
Kecukupan C/N Ratio
5.
Monitoring
Volume
Mutu kompos
1.
Kompos yang
bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak
menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
2.
Penggunaan
kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien
antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman
3.
Kompos yang baik
memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
o Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna
tanah,
o Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat
membentuk suspensi,
o Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan
baku dan derajat humifikasinya,
o Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
o Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan,
dan
o Tidak berbau.
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos#Manfaat_Kompos
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos#Manfaat_Kompos
0 komentar:
Posting Komentar